Konon asal mula
Desa Tlogorejo atau Tlogowungu berawal dari zaman pemerintahan Adipati Mangun
Oneng, ketika Kadipaten Pati Pesantenan mencapai puncak kejayaan, dalam
memegang tampuk pemerintahan Sang Adipati didampingi seorang patih yang cakap
dan sakti mandraguna sehingga dalam sektor keamanan Kadipaten Pati selalu aman
dan tentram. Berkat wibawa Patih Penjaringan dalam sektor ekonomi rakyat hidup
gemah ripah loh jinawi, cukup sandang cukup pangan, berkat kearifan dan kebijaksanaan
Sang Adipati Mangun Oneng.
Gaung kemakmuran
dan keamanan Kadipaten Pati sampai terdengar di Pulau Jawa bagian barat
tepatnya di Serang Banten. Waktu itu di Serang Banten terjadi perang saudara
perebutan kekuasaan. Kerusuhan terjadi dimana-mana. Kawula alit yang menjadi
korban salah satunya adalah seorang janda miskin dan tiga orang putranya. Janda
itu bernama Nyai Rujak Beling. Putranya yang pertama bernama Ki Tabrani, putra
kedua bernama Ki Tambir sedangkan yang ketiga seorang wanita bernama Nyi Surti.
Kemasyhuran
Kadipaten Pati Pesantenan tak luput dari pendengaran Nyi Rujak Beling dan
ketiga anaknya. Nyai Rujak Beling membicarakan maksudnya pada ketiga putranya
untuk pindah mengadu nasib ke Kadipaten Pati. Ketiga putranya sangat setuju.
Maka berangkatlah keluarga kecil itu ke Pati.
Sesampainya di
Kadipaten Pati, Nyai Rujak Beling dan putranya sowan menghadap Kanjeng Adipati. Nyai Rujak Beling menceritakan
nasibnya dan maksud tujuannya datang ke Pati. Kanjeng Adipati menerima dengan
rasa iba dan langsung memberi izin kepada Nyi Rujak Beling untuk membuka hutan
di utara Kota Pati. Nyi Rujak Beling mohon pamit langsung berangkat menuju ke
arah utara kota Kadipaten Pati.
Sesampainya di
tepi hutan, Nyi Rujak Beling duduk bersemedi memohon petunjuk kepada Tuhan Yang
Kuasa. Dengan mata batinnya dia melihat sebuah telaga kecil yang sangat jernih
airnya serta di sekelilingnya banyak pohon wungu yang besar-besar. Setelah
mendapat petunjuk, Nyi Rujak Beling menyudahi semedinya dan bergegas
melanjutkan perjalanan masuk hutan ke arah utara. Akhirnya ditemukan telaga itu
yang semuanya cocok dengan wangsid
yang diterima dalam semedinya. Nyi Rujak Beling sekeluarga sangat gembira. Dia
tak lupa mengucap syukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Lalu mereka membuat gubuk
untuk berteduh dan tidur. Ternyata di sekitar tempat itu banyak bahan-bahan
yang bisa dibawa untuk dijual di pasar. Ki Tabrani
mendapat tugas mencari konsumsi. Setiap hari pergi ke pasar menjual hasil hutan
seperti ubi-ubian, dan buah-buahan yang paling diandalkan adalah hasil madu
tawon gung.Sedang Kedua adiknya diserahi tugas membabat hutan untuk
ladang bercocok tanam.
Setelah sepekan
didalam hutan gangguan mulai datang. Nyi Rujak Beling mencium aura kedatangan
makhluk halus. Dua sosok jin, yang pertama bernama Rantang Kuning, yang kedua
bernama Rantang Sari. Dua jin wanita itu sangat cantik. Maksud kedatangannya melarang Nyi Rujak Beling
bertempat tinggal di sana. Akhirnya terjadi pertengkaran. Kedua jin itu kalah,
tak kuat menerima sabetan pusaka Cinde
Puspitosari milik Nyi Rujak Beling. Mereka berdua berjanji tak akan
mengganggu dan bersedia membantu.
Ki Tabrani masih
rutin menjual hasil hutan madu tawon gung ke kota. Di pinggiran kota Pati,
tepatnya di Desa Randu Kuning ia bertemu wanita cantik jelita yang bernama
Raden Ayu Rara Sumirah, putri tunggal seorang janda kaya raya bernama Rondo
Kuning. Setiap hari Nyi Sumirah membeli dagangan Ki Tabrani dan mengajaknya ke
rumah untuk dikenalkan dengan ibunya. Nyi Rondo Kuning tidak melarang anaknya
berkawan dengan jejaka ganteng dan santun yang bernama Tabrani itu.
Akhirnya Tabrani
memberanikan diri menyatakan perasaan cintanya pada Sumirah. Pucuk di cinta
ulam pun tiba. Kata-kata itulah yang selama ini ditunggu-tunggu Nyi Sumirah.
Perasaan cinta Tabrani diterima oleh Nyi Sumirah. Ki Tabrani dan Nyi Rujak
Beling datang melamar ke ibu Sumirah. Karena amat sayang pada putri tunggalnya
Nyai Rondo Kuning menerima lamaran itu.
Hari baik telah
dicari. Pernikahan berlangsung sangat meriah. Setelah sepekan Ki Tabrani matur
pada mertuanya mohon izin untuk pulang ke tempat tinggalnya untuk dibangun
menjadi sebuah desa yang subur dan makmur.Nyi Sumirah tidak berkenan untuk
ditinggalkan. Ia mengikuti suami tercinta. Nyai Rondo Kuning merestui dan kedua
anak diberi bekal alat pertanian dan bahan makan yang cukup.
Sesampainya di
desa, Nyi Sumirah membantu mertuanya mengambil air di sendang (telaga).
Tiba-tiba muncul ular besar dari dalam telaga. Nyai Sumirah takut menjerit lalu
jatuh pingsan.
Nyai Rujak Beling memberi
pertolongan kepada menantunya sehingga kembali sadar dan Nyai Rujak Beling
bersabda : “besuk di tempat ini kalau jadi desa kuberi nama desa Rogowungu”. Ki
Tabrani mengejar ular raksasa tersebut yang lari ke arah barat dan masuk ke
sebuah mata air. Lalu ditutup oleh Ki Tabrani. Tiba-tiba tempat itu berubah
menjadi sebuah belik atau sendang. Oleh Ki Tabrani diberi nama Belik Bunton.
Sampai sekarang masih, lambat laun banyak orang ikut membuka hutan dan
bertempat tinggal di Rogowungu yang sudah jadi desa. Ki Tambir anak kedua mohon
pamit untuk membuka hutan di timur Rogowungu dan membuat sanggrahan, dan
sekarang jadi Desa Sanggrahan. Nyi Surti tidak mau ketinggalan, dia mohon izin
pada ibunya untuk membuka hutan di utara Rogowungu. Cara membabat hutannya Nyi
Surti dengan posisi jongkok (Ndekem). Maka setelah jadi desa diberi nama Desa
Ndekem. Kakak kandung Nyi Rujak Beling Ki Rembulanan menyusul dari Serang
Banten dan membuka hutan di sebelah barat Rogowungu yaitu daerah hutan yang
banyak macannya. Anehnya macan-macan itu bersahabat dengan Ki Rembulanan dan
daerah itu diberi nama Kebon Macan sampai sekarang.
Manusia tidak
bisa melawan takdir. Satu persatu tokoh-tokoh itu dipanggil Yang Kuasa. Tinggal
Nyi Sumirah seorang diri yang masih hidup. Jin Rantang Sari dan Rantang Kuning
setia dengan janjinya. Dia tetap mengabdi pada keluarga Nyi Rujak Beling.
Keduanya menunggalkan raga masuk ke raga Raden Ayu Sumirah. Raden Ayu Sumirah
melakukan moksa seketika dan rakyat Rogowungu percaya Nyai Sumirah menjadi dayang Desa Rogowungu yang sekarang
menjadi Tlogowungu,dimungkinkan perubahan nama dari Rogowungu ke Tlogowungu
terjadi karena adanya penyesuaian dengan lidah orang Jawa, sehingga mengalami
perubahan dan setiap bulan Jawa Apit, selalu diadakan bersih desa dengan tujuan
Desa Rogowungu selalu dijauhkan dari malapetaka, pagebluk dan bencana alam.
Dalam versi lain
nama Tlogowungu berasal dari kata ‘Tlogo’ dan ‘wungu’, di desa terdapat telaga
yang dikelilingi pohon yang bunganya berwarna wungu, oleh sebab itu nama daerah
ini diberi nama dengan sebutan Tlogowungu.
Untuk nama
Tlogorejo sendiri banyak yang mempertanyakan dari kapan sebenarnya penyebutan
desa yang dulu disebut dengan Rogowungu tersebut. Ada juga beberapa penduduk
yang mengartikan bahwa Tlogorejo itu berasal dari kata ‘tlogo’ dan ‘rejo’ yang
mengandung arti sendamg yang airnya mengalir terus.
Gambar Telaga dan Pohon Wungu
0 komentar:
Posting Komentar