Rabu, 26 Agustus 2015


Konon asal mula Desa Tlogorejo atau Tlogowungu berawal dari zaman pemerintahan Adipati Mangun Oneng, ketika Kadipaten Pati Pesantenan mencapai puncak kejayaan, dalam memegang tampuk pemerintahan Sang Adipati didampingi seorang patih yang cakap dan sakti mandraguna sehingga dalam sektor keamanan Kadipaten Pati selalu aman dan tentram. Berkat wibawa Patih Penjaringan dalam sektor ekonomi rakyat hidup gemah ripah loh jinawi, cukup sandang cukup pangan, berkat kearifan dan kebijaksanaan Sang Adipati Mangun Oneng.
Gaung kemakmuran dan keamanan Kadipaten Pati sampai terdengar di Pulau Jawa bagian barat tepatnya di Serang Banten. Waktu itu di Serang Banten terjadi perang saudara perebutan kekuasaan. Kerusuhan terjadi dimana-mana. Kawula alit yang menjadi korban salah satunya adalah seorang janda miskin dan tiga orang putranya. Janda itu bernama Nyai Rujak Beling. Putranya yang pertama bernama Ki Tabrani, putra kedua bernama Ki Tambir sedangkan yang ketiga seorang wanita bernama Nyi Surti.
Kemasyhuran Kadipaten Pati Pesantenan tak luput dari pendengaran Nyi Rujak Beling dan ketiga anaknya. Nyai Rujak Beling membicarakan maksudnya pada ketiga putranya untuk pindah mengadu nasib ke Kadipaten Pati. Ketiga putranya sangat setuju. Maka berangkatlah keluarga kecil itu ke Pati.
Sesampainya di Kadipaten Pati, Nyai Rujak Beling dan putranya sowan menghadap Kanjeng Adipati. Nyai Rujak Beling menceritakan nasibnya dan maksud tujuannya datang ke Pati. Kanjeng Adipati menerima dengan rasa iba dan langsung memberi izin kepada Nyi Rujak Beling untuk membuka hutan di utara Kota Pati. Nyi Rujak Beling mohon pamit langsung berangkat menuju ke arah utara kota Kadipaten Pati.
Sesampainya di tepi hutan, Nyi Rujak Beling duduk bersemedi memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Kuasa. Dengan mata batinnya dia melihat sebuah telaga kecil yang sangat jernih airnya serta di sekelilingnya banyak pohon wungu yang besar-besar. Setelah mendapat petunjuk, Nyi Rujak Beling menyudahi semedinya dan bergegas melanjutkan perjalanan masuk hutan ke arah utara. Akhirnya ditemukan telaga itu yang semuanya cocok dengan wangsid yang diterima dalam semedinya. Nyi Rujak Beling sekeluarga sangat gembira. Dia tak lupa mengucap syukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Lalu mereka membuat gubuk untuk berteduh dan tidur. Ternyata di sekitar tempat itu banyak bahan-bahan yang bisa dibawa untuk dijual di pasar. Ki Tabrani mendapat tugas mencari konsumsi. Setiap hari pergi ke pasar menjual hasil hutan seperti ubi-ubian, dan buah-buahan yang paling diandalkan adalah hasil madu tawon gung.Sedang Kedua adiknya diserahi tugas membabat hutan untuk ladang bercocok tanam.
Setelah sepekan didalam hutan gangguan mulai datang. Nyi Rujak Beling mencium aura kedatangan makhluk halus. Dua sosok jin, yang pertama bernama Rantang Kuning, yang kedua bernama Rantang Sari. Dua jin wanita itu sangat cantik.  Maksud kedatangannya melarang Nyi Rujak Beling bertempat tinggal di sana. Akhirnya terjadi pertengkaran. Kedua jin itu kalah, tak kuat menerima sabetan pusaka Cinde Puspitosari milik Nyi Rujak Beling. Mereka berdua berjanji tak akan mengganggu dan bersedia membantu.
Ki Tabrani masih rutin menjual hasil hutan madu tawon gung ke kota. Di pinggiran kota Pati, tepatnya di Desa Randu Kuning ia bertemu wanita cantik jelita yang bernama Raden Ayu Rara Sumirah, putri tunggal seorang janda kaya raya bernama Rondo Kuning. Setiap hari Nyi Sumirah membeli dagangan Ki Tabrani dan mengajaknya ke rumah untuk dikenalkan dengan ibunya. Nyi Rondo Kuning tidak melarang anaknya berkawan dengan jejaka ganteng dan santun yang bernama Tabrani itu.
Akhirnya Tabrani memberanikan diri menyatakan perasaan cintanya pada Sumirah. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Kata-kata itulah yang selama ini ditunggu-tunggu Nyi Sumirah. Perasaan cinta Tabrani diterima oleh Nyi Sumirah. Ki Tabrani dan Nyi Rujak Beling datang melamar ke ibu Sumirah. Karena amat sayang pada putri tunggalnya Nyai Rondo Kuning menerima lamaran itu.
Hari baik telah dicari. Pernikahan berlangsung sangat meriah. Setelah sepekan Ki Tabrani matur pada mertuanya mohon izin untuk pulang ke tempat tinggalnya untuk dibangun menjadi sebuah desa yang subur dan makmur.Nyi Sumirah tidak berkenan untuk ditinggalkan. Ia mengikuti suami tercinta. Nyai Rondo Kuning merestui dan kedua anak diberi bekal alat pertanian dan bahan makan yang cukup.
Sesampainya di desa, Nyi Sumirah membantu mertuanya mengambil air di sendang (telaga). Tiba-tiba muncul ular besar dari dalam telaga. Nyai Sumirah takut menjerit lalu jatuh pingsan.
Nyai Rujak Beling memberi pertolongan kepada menantunya sehingga kembali sadar dan Nyai Rujak Beling bersabda : “besuk di tempat ini kalau jadi desa kuberi nama desa Rogowungu”. Ki Tabrani mengejar ular raksasa tersebut yang lari ke arah barat dan masuk ke sebuah mata air. Lalu ditutup oleh Ki Tabrani. Tiba-tiba tempat itu berubah menjadi sebuah belik atau sendang. Oleh Ki Tabrani diberi nama Belik Bunton. Sampai sekarang masih, lambat laun banyak orang ikut membuka hutan dan bertempat tinggal di Rogowungu yang sudah jadi desa. Ki Tambir anak kedua mohon pamit untuk membuka hutan di timur Rogowungu dan membuat sanggrahan, dan sekarang jadi Desa Sanggrahan. Nyi Surti tidak mau ketinggalan, dia mohon izin pada ibunya untuk membuka hutan di utara Rogowungu. Cara membabat hutannya Nyi Surti dengan posisi jongkok (Ndekem). Maka setelah jadi desa diberi nama Desa Ndekem. Kakak kandung Nyi Rujak Beling Ki Rembulanan menyusul dari Serang Banten dan membuka hutan di sebelah barat Rogowungu yaitu daerah hutan yang banyak macannya. Anehnya macan-macan itu bersahabat dengan Ki Rembulanan dan daerah itu diberi nama Kebon Macan sampai sekarang.
Manusia tidak bisa melawan takdir. Satu persatu tokoh-tokoh itu dipanggil Yang Kuasa. Tinggal Nyi Sumirah seorang diri yang masih hidup. Jin Rantang Sari dan Rantang Kuning setia dengan janjinya. Dia tetap mengabdi pada keluarga Nyi Rujak Beling. Keduanya menunggalkan raga masuk ke raga Raden Ayu Sumirah. Raden Ayu Sumirah melakukan moksa seketika dan rakyat Rogowungu percaya Nyai Sumirah menjadi dayang Desa Rogowungu yang sekarang menjadi Tlogowungu,dimungkinkan perubahan nama dari Rogowungu ke Tlogowungu terjadi karena adanya penyesuaian dengan lidah orang Jawa, sehingga mengalami perubahan dan setiap bulan Jawa Apit, selalu diadakan bersih desa dengan tujuan Desa Rogowungu selalu dijauhkan dari malapetaka, pagebluk dan bencana alam.
Dalam versi lain nama Tlogowungu berasal dari kata ‘Tlogo’ dan ‘wungu’, di desa terdapat telaga yang dikelilingi pohon yang bunganya berwarna wungu, oleh sebab itu nama daerah ini diberi nama dengan sebutan Tlogowungu.
Untuk nama Tlogorejo sendiri banyak yang mempertanyakan dari kapan sebenarnya penyebutan desa yang dulu disebut dengan Rogowungu tersebut. Ada juga beberapa penduduk yang mengartikan bahwa Tlogorejo itu berasal dari kata ‘tlogo’ dan ‘rejo’ yang mengandung arti sendamg yang airnya mengalir terus.

         
Gambar Telaga dan Pohon Wungu

Data diperoleh dari proses Wawancara dengan bapak Gunawa, bapak Subur Santono, mbah Raminah dan bu Nanik putri dari Basiron.

Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar